Powered By Blogger

Selasa, 27 September 2011

PembelaJran KoOperatIve

Universitas Muhammadiyah Malang

Nama :Ilham Budi Setyawan                      Mata Kuliah   : Belajar Pembelajaran
NIM    : 20101000311059                              Dosen              : Husamah, S.Pd
Kelas   : Biology 2B

Implementasi Pembelajaran Kooperative
Tipe Paired Storytelling dalam Pembelajaran Menyimak Cerita Anak

Pendekatan Pembelajaran Cooperative
Dalam pembelajaran guru dituntut memiliki kemampuan memilih pendekatan pembelajaran yang tepat. Kemampuan tersebut sebagai sarana usaha dalam memilih dan menemukan pendekatan pembelajaran untuk menyajikan materi pembelajaran yang tepat dan sesuai program pembelajaran. Dapat dirumuskan bahwa pendekatan pembelajaran adalah suatu cara yang dipilih guru dalam mengelola secara sistematis kegiatan pembelajaran dari beberapa komponen pembelajearan (materi pembelajran, siswa, waktu, alat, bahan, metode pembelajran dan evaluasi) dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pembelajaran yang melibatkan potensi anak akan memberi pengalaman tersendiri bagi anak. Menurut Dale tergambar jelas bahwa kemampuan siswa akan cepat diperoleh melalui kegiatan dimana siswa sendiri yang terlibat di dalamnya
Pembelajaran cooperative merupakan setrategi pembelajaran yang dapat membantu guru mengubah keragaman siswa menjadi satu kekuatan yang dapat mendukung dan menantang perolehan prestasi belajar siswa, terutama siswa sekolah menengah. Pembelajaran kooperatif bukan hanya mampu mengembangkan kompetensi siswa tetapi juga mampu mamberikan pengalaman pada siswa serta mampu mengembangkan kerjasama dalam kelompok utamanya dalam menemukan dan menyelesaikan masalah.
Menurut Johson, DW. Johson, Rt Hamabee EJ. (1911;12), cooperatrive leraning adalah kegiatan belajar menagajar secara kelompok-kelompok kecil tempat siswa bealajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman  belajar yang optimal, baik pengalaman individu mupun kelompok. Dari kegiatan tersebut terssirat tiga karakteristik cooperative learning, yaitu kelompok kecil, belajr/bekerja sama, dan pengalaman belajar.
Walaupun pembelajran kooperative merupakan belajar kelompok. Pada prinsipnya pembelajran kooperative tidak sama dengan sekedar belajar kelompok biasa, seperti yang selama ini dipraktekan dalam pembelajaran di sekolah. Aernds (1997:132) mengemukakan bahwa perbedaan belajar koperatif dengan  belajar kelompok terletak pada prosesnya, yakni belajar kooperatif menekankan pada proses bekerja sama untuk mencapai hasil bersama, sedangkan belajar kelompok biasa lebih menekankan pada hasil keolmpok.
Seperti halnya dalam Skripsi yang berjudul “Efektivitas Metode Diskusi Kelompok Dalam Pembelajaran Mengarang” yang ditulis oleh Nunik Nur Rahmi Fauziah (2009), Menjelaskan bahwa menggunakan tehnik berkelompok lebih efektif dibandingkan dengan menggunakan metode pengajaran konvesional.
Dalam pembelajaran koopearatif peranan guru sangat kompleks. Disamping sebagai fasilisator, guru juga berperan sebagai manajer dan konsultan dalam memberdayakan kerja keolompok siswa. Johson, DW. Johson, RT. Hambee EJ. (1991;15) menyatakan bahwa dalam coperative learnig guru memiliki liama peranan penting yaitu, (1) menyampaiakan tujuan pembelajaran dengan sejelas-jelsnya, (2) membentuk kelompok-kelompok kecil dengan  menempatkan siswa secara heterogen, (3) menyampaiakan tugas yang harus dikerjakan siswa dengan sejelas-jelasnya, (4) memantau efektifitas kerja kelompok dan menyediakan bantuan kepada siswa untuk memaksimalkan kerja kelompok, dan (5) mengevalusi hasil kerja kelompok dan membantu sisiwa berdiskusi tentang manfaat kerja kelompok.
Teknik Paired Storytelling atau Cerita Berpasangan
Pired Storry Telling adalah salah satu tipe dari metode Cooperative Learning yang diterapakan dalam pembelajaran. Teknik paired storytelling atau cerita berpasangan  merupakan teknik yang  memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna.
Metode paired storry telling ini adalah metode kooperatif yang dikembangkan sebagai pendekatan interaktif antar siswa, pengajar dan bahan pelajaran (Lie,1994). Teknik ini bisa digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, menyimak dan bercerita. Teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan, menyimak dan berbicara. Dalam teknik ini, guru memperhatikan skema atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Dalam kegiatan ini siswa dirangsang untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan kemampuan berimajinasi. Hasil pemikiran mereka akan dihargai, sehingga siswa merasa makin terdorong untuk belajar dan menambah motivasinya. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan ketrampilan berkomuniksi. Bercerita berpasangan bisa digunakan untuk suasana tingkatan usia anak didik.
Lebih lanjut dikatakan bahwa teknik  paired storytelling atau cerita berpasangan  bisa pula digunakan dalam beberapa mata pelajaran, seperti ilmu pengetahuan sosial, agama, dan bahasa. Bahan pelajaran yang paling cocok digunakan dengan teknik ini adalah bahan yang bersifat naratif dan deskriptif. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan dipakainya bahan-bahan yang lainnya. Dalam teknik ini, guru  harus memperhatikan skemata pembelajaran agar aktivitas kelas dapat berjalan dengan lancar.
Pired Story Telling adalah teknik Pembelajaran yang memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa. Dalam teknik ini guru memberikan teks karangan menjadi dua bagian yaitu bagian awal dan akhir. Siswa diminta berpasangan lalu guru memberikan teks karangan bagian awal kepada sisiwa pertama, dan teks bagaian akhir. Siswa bekerjasama untuk memberikan informasi mengenai bagian yang dibacanya dengan menuliskan kata kunci. Dari kegiatan itu siswa dapat menyelesaikan sebuah karangan secara utuh dengan bantuan kata kunci yang telah diberikan oleh pasangan pada bagian yang belum diketahui atau bagian yang tidak terbaca (Lie,2003:71).
Penulis pun telah membaca beberapa buku dan skripsi yang mengangkat keefektifan suatu metode kooperatif dalam kelasnya. Seperti pada skripsi yang ditulis oleh Nuril Nur Alif (2009) yang berjudul “Pembelajaran Menulis Karangan Narasi dengan Menggunakan Teknik Paired Story Telling (Eksperimen pada siswa Kelas VII SMPN 12 Bandung)”, menjelaskan keefektifan dari teknik Paired Storry Telling yaitu terbukti dapat meningkatkan kemampuan menulis karangan narasi dalam pelajaran bahasa Indonesia.
            Mengingat peranan menyimak dalam proses belajar berbahasa sangat besar, maka diperlukan suatu teknik yang efektif dalam pembelajaran keterampilan menyimak. Teknik  pembelajaran merupakan hal yang penting dalam pembelajaran menyimak, khususnya pembelajaran menyimak di sekolah dasar. Dengan teknik yang efektif, pembelajaran menyimak  akan mencapai tujuan yang diharapkan
Salah satu teknik yang dapat diterapkan dalam pembelajaran keterampilan menyimak  adalah teknik paired storytelling atau cerita berpasangan. Teknik paired storytelling atau cerita berpasangan merupakan salah satu teknik pembelajaran dalam pendekatan cooperative teaching learning. Dengan teknik cerita berpasangan  ini kegiatan belajar mengajar sepenuhnya dilakukan oleh siswa. Guru hanya sebagai fasilitator, motivator, dan mediator dalam pelaksanaan proses pembelajaran.  Teknik ini menekankan agar siswa saling berinteraksi dan bekerja sama dengan siswa yang lain. Unsur gotong-royong sangat diutamakan  dalam teknik ini. Siswa tidak hanya berkompetensi secara individual, melainkan mereka dapat membangun komunikasi antar kelompok. Selain itu, teknik ini juga menggabungkan keterampilan bahasa yang lain, yaitu membaca, menulis dan berbicara.

Prosedur Teknik Paired Storytelling atau Cerita Berpasangan dalam Pembelajaran Keterampilan Menyimak Cerita Anak
   Prosedur teknik cerita berpasangan  sebagai berikut.
1.    Siswa dibagi menjadi dua kelompok. kelompok pertama  dan  kelompok kedua.
2.    Sebelum bahan pelajaran diberikan, guru melakukan brainstroming mengenai topik yang akan disampaikan hari ini.
3.    Guru membagi satu bahan cerita menjadi dua bagian, (bagian pertama dan  kedua).
4.    Bagian pertama cerita diberikan kepada pembaca kelompok pertama, sedangkan pembaca kelompok kedua menerima bagian cerita yang kedua.
5.    Salah seorang pembaca dari kelompok pertama membacakan cerita bagian pertama, sedangkan kelompok kedua menyimak dengan menuliskan kata atau frase kunci. Setelah itu, salah seorang pembaca dalam kelompok kedua membacakan cerita bagian kedua, sedangkan kelompok pertama menyimak dengan menuliskan kata atau frase kunci pula.
6.    Setelah cerita bagian pertama dan cerita bagian kedua selesai dibacakan oleh pembaca tiap-tiap kelompok, kemudian kata atau frase kunci yang telah mereka buat, saling ditukarkan antar kelompok dengan berpasangan.
7.    Setelah semua kata atau frase kunci setiap bagian cerita dicatat, tiap-tiap siswa menceritakan kembali cerita yang mereka simak berdasarkan kata atau frase kunci yang mereka catat.
8.    Setelah cerita  selesai dibuat oleh para siswa, kemudian mereka menjawab soal-soal yang berhubungan dengan cerita yang telah mereka simak, yang dibuat oleh guru dengan teknik 5W+1H.
9.   Selanjutnya, siswa mengumpulkan jawaban soal dan cerita yang telah mereka susun.
10.  Guru memanggil nama beberapa siswa untuk membacakan hasil ceritanya di depan kelas, sambil membagikan cerita lengkap kepada tiap-tiap siswa.
11.  Kegiatan diakhiri dengan diskusi mengenai soal-soal yang telah para siswa kerjakan.
Teknik paired storytelling atau cerita berpasangan menggabungkan teknik pembelajaran keterampilan menyimak yang lain, yaitu teknik identifikasi kata kunci, teknik merangkum,  dan teknik menjawab pertanyaan 5W +1H. Teknik-teknik lain yang dapat digunakan dalam pembelajaran keterampilan menyimak menurut Tarigan D.& H.G. Tarigan (1987:82) adalah: dengar-ulang ucap, dengar-tulis atau dikte, dengar kerjakan dengar-terka, memperluas kalimat, menemukan benda, bisik berantai menyelesaikan cerita, identifikasi kata kunci, identifikasi kalimat topik, merangkum,  parafrase, dan menjawab pertanyaan 5W+1H.
Manfaat Implementasi Pembelajaran Cooperative Tipe Paired Storry Telling dalam Pembelajaran Menyimak Cerita Anak
            Teknik paired storytelling atau cerita berpasangan dalam pembelajarann keterampilan menyimak cerita anak di Sekolah Dasar akan sangat bermanfaat bagi guru dan siswa dalam menciptakan pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan. Dengan teknik paired story telling atau cerita berpasangan, pembelajaran sepenuhnya dilakukan oleh siswa. Guru hanya sebagai fasilitator, motivator, dan mediator dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Teknik paired storytelling atau cerita berpasangan juga dapat meningkatkan kerja sama antarsiswa dalam kegiatan mereka di kelas, lebih menekankan daya simak siswa karena hasil simakannya akan dipertanggungjawabkan kepada pasangannya. Semakin baik daya simak siswa, maka materi yang disampaikan guru akan semakin mudah dipahami.







Kamis, 22 September 2011

rancangan pnlitian

Senin, 15 November 2010

BEBERAPA JENIS IKAN CUPANG (Betta sp) SEBAGAI BIO KONTROL TERHADAP LARVA NYAMUK Aedes aegypti

BEBERAPA JENIS IKAN CUPANG (Betta sp) SEBAGAI BIO KONTROL
TERHADAP LARVA NYAMUK Aedes aegypti
Oleh :
Ilham Budi Setayawan
201010070311059


PENDAHULUAN


A.Latar Belakang Masalah
  Demam berdarah meripakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Penyakit ini merupakan masalh penting dikawasan Asia Tenggara, karena dapay menyababkan kematian terutama pada anak-anaka (Departemen Kesehatan RI, 1989). Penyakit demam berdarah selama ini belum ditemukan obatnya dan satu-atunya pencegahan adalah melalui pengendalian nyamuk (Direktorat jendral pemberantasan Penyakit Menular dan Pemberantasan Lingkungan Penyakit,1990)
Di indonesia penaykit ini merupkan salh satu masalah kesehatn yang cukup serius di beberapa derah. Demam Berdarah Dengue (DBD) sering menimbulkan kejadian luar biasa sehingga memerlukan perhatian yang serous dari petugas kesehatn maupun masyarakat. Pada tahun 2010 total jumlah penderita DBD di daerah ini dalam kurun Januari-Maret mencapai 550 orang dan lima orang di antaranya meninggal. Pada Bulan Januari satu orang, Februari dua orang, dan Maret dua orang. Secara rinci, dari 550 orang penderita DBD tersebut pada Bulan Januari tercatat 382 penderita, Februari 143 penderita dan Maret 25 orang. Dari 33 kecamatan yang ada di Kabupaten Malang, delapan di antaranya merupakan daerah endemik DBD, yakni Kecamatan Kepanjen, Lawang, Dau, Bululawang, Pakisaji, Turen, dan Pakis (Dinasa Kesehatan Kab. Malang,2010).
Tinggi rendahnya angka kematian karena penykit DBD ini berhubungan dengan tinggi rendahnya populasi nyamuk Aedes aegypti sebagai penyakit tersebut. Semakin tinggi populasai nyamuk maka memungkinkan jumlah penderita makin banyak (Departemen KesehatanRI,1994). Upaya pengendalian nyamuk yang sering dilakukan adalah dengan insektisida kimia. Salah satu insektisida yang dipakai dalam mengendalikan nyamuk Ae. Aegtpyi adalaha yang dikenal dengan merek dagang abate 1% berbentuk, yang mempunyai daya residu kurang lebih satu bulan pada penampungan air. Namun pemakain insektisida yang terus menerus akan menimbulkan resisitensi terhadap nyamuk dari generasi ke generasi. Bahkan dapat tidak mampu lagi untuk membunuh nyamuk tertentu (Arhadi,dkk., 1990:Tarumingkeng, 1992).
Untuk itu perlu altenatif lain dalam pengendalian nyamuk yang aman bagi manusia dan ramah terhadap lingkungan tetapi tetap efektif untuk pengendalian nyamuk. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu menggunakan hewan yang dikenal dengan pengendalian bilogis. Yaitu penggunaan ikan pemakan jentik nyamuk (Costa,1981: Morf, 1990). Dalam hal ini akan digunakan beberapa jenis ikan cupang (Betta sp).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dengan permasalahan diatas dapat di rumuskan masalah sebagai berikut:
  1. Apakah ada perbedaan yang signifikan dari beberapa jenis Ikan Cupang (Betta sp) terhadap bio kontrol larva nyamuk Aedes aegypti?
  2. Bagaimana kecepatan makan beberapa jenis ikan cupang (Betta sp) terhadap larva nyamuk aedes aegypti?
  3. Seberapa banyak larva yang dimakan dari beberapa jenis ikan cupang (Betta sp)?

TINJAUN PUSTAKA

Larva Nyamuk Ades aegypti
Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, A. aegypti juga merupakan pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa virus dengue, A. aegypti merupakan pembawa utama (primary vector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus persebaran dengue di desa dan kota. Mengingat keganasan penyakit demam berdarah, masyarakat harus mampu mengenali dan mengetahui cara-cara mengendalikan jenis ini untuk membantu mengurangi persebaran penyakit demam berdarah. (Womack, M. 1993.)
Semua nyamuk mengalami siklus hidup yang disebut sebagai metamorfosis. Metamorfosisnya adalah metamorfosis sempurna (4 tahap). Metamorfosis itu sendiri merupakan proses perubahan bentuk tubuh makhluk hidup selama masa hidupnya. (Anonim, diakses pada 2009). Nyamuk A. aegypti, seperti halnya culicines lain, meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual. Telur berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain. Telur menetas dalam 1 sampai 2 hari menjadi larva. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan dari instar 1 ke instar 4 memerlukan waktu sekitar 5 hari. Setelah mencapai instar ke-4, larva berubah menjadi pupa di mana larva memasuki masa dorman. Pupa bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7 hingga 8 hari, namun dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung.(Anonim, diakses pada 6 Maret 2010)
Ikan Cupang (Betta sp)
Cupang (Betta sp.) adalah ikan air tawar yang habitat asalnya adalah beberapa negara di Asia Tenggara, antara lain Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Vietnam. Ikan ini mempunyai bentuk dan karakter yang unik dan cenderung agresif dalam mempertahankan wilayahnya. Di kalangan penggemar, ikan cupang umumnya terbagi atas tiga golongan, yaitu cupang hias, cupang aduan, dan cupang liar. Ikan cupang adalah salah satu ikan yang kuat bertahan hidup dalam waktu lama sehingga apabila ikan tersebut ditempatkan di wadah dengan volume air sedikit dan tanpa adanya alat sirkulasi udara (aerator), ikan ini masih dapat bertahan hidup. Ikan cupang dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :
  1. Halfmoon (setengah bulan), cupang jenis ini memiliki sirip dan ekor yang lebar dan simetris menyerupai bentuk bulan setengah. Jenis cupang ini pertama kali dibudidaya di Amerika Serikat oleh Peter Goettner pada tahun 1982.
  2. Crowntail (ekor mahkota) atau serit, cupang jenis ini pertama kali dibudidayakan oleh seorang peternak cupang yang tinggal di daerah Jakarta Timur, pada tahun 1998. Ciri utamanya adalah sirip dan ekornya yang menyerupai sisir sehingga di namakan serit.
  3. Double tail (ekor ganda)
  4. Plakat Halfmoon
  5. giant (cupang raksasa), cupang jenis ini merupakan hasil perkawinan silang antara cupang biasa dengan cupang alam, cupang jenis ini ukurannya bisa mencapai 12 cm. (Anonim,diakses pada 29 April 2010)
2. Crowntail (serit), 3. Doubletail (ekor ganda) 5.giant (cupang raksasa)


METODOLOGI PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium,serok halus, thermometer,pH meter, tally counter (alat penghitung), wadah plastik berbentuk gelas (gelas aqua) dan keratas label. Sedangkan bahan yang digunakan adalh beberapa jenis ikan cupang yaitu jenis crowntail, doubletail dan giant, dengan umur 2-3 bulan, larva nyamuk aedes, dan air sebagai media pemeliharaan larva dan ikan.
Cara Kerja
Persiapan Stok Larva. Larva nyamuk berasal dari pencarian di beberapa tempat endemik nyamuk berdarah.
Pemeliharaan Larva Nyamuk. Pemeliharaan larva sampai menjadi larva stadium III dan IV, dan siap digunkan sebagai hewan uji akan sebagai hewan uji.
Pengujian Jenis Ikan Cupang Terhadap Larva. Tiga jenis ikan yaitu jenis crowntail,doubletail dan gaint masing-masing 3 ekor dengan kisaran umur 2-3 bulan dimasukkan ke dalam 9 akuarium. Kemudian dimasukkan larva sebanyak 2 kali sehari, yaitu pada pukul 08.00 dan pukul 14.00 WIB sebanyak 15 ekor pada masing-masing akuarium. Pemeliharaan ikan dilakukan selama 7 hari dan penghitungan larva yang masih tersisa atau yang telah termakan dilakukan setiap satu jam setelah pemberian larva dan satu jam sebelum pemberian larva, menggunakan alat tally counter.
Parameter yang Diukur. Pada penelitian parameter yang diukur adalah jumlah larva yang habis termakan dan kelahapan makan ikan berbagai jenis berdasarkan lamanya waktu yang diperlukan untuk menghabiskan larva.
Metode Penelitian. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 kali perlakuan yaitu 3 jenis ikan cupang yaitu crowntail, doubletail, gaint dengan ulangan sebanyak 5 kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan mensertakan gambar bagan interval jumlah larva yang habis termakan dan kelahapan ikan.


KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian,diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
  1. Kemampuan makan ikan cupang (Betta sp) lebih tinggi dibandingkan dengan ikan lainya.
  2. Kemampuan makan pada berbagai jenis ikan cupang terhadap larva nyamuk dipengaruhi beberapa faktor lain : keagresifitasan ikan serta lamanya waktu.
  3. Secara keseluruhan faktor parameter kualitas air (temperatur, derajat keasaman/pH) masih dalam batas toleransi kehidupan sehingga tidak memberikan pengaruh secara nyata.
  4. Kemampuan makan dari 3 jenis ikan cupang sangat bervariasi.

REFRENSI
Anonim.2010. Ades aegypti. http://id.wikipedia.org/wiki/Aedes_aegypti . Di akses tanggal 6 Maret 2010.
Anonim.2010. Ikan Cupang. http://id.wikipedia.org/wiki/ikan cupang. Di akses tanggal 29 April 2010.
Anonim.2009. Nymuk Penyebab DBD. http://www.anneahira.com/nyamuk-penyebab-demam-berdarah.htm
Arhadi,H.D. Bhagawati, dkk. 1990. Pengendalian Hayati larva Culex sp dengan Menggunakan Beberapa Ekstrak Tanaman Air. Laporan Hasil Penelitian. Fakultas Biologi Universitas Jendral Sudirman. Purwokerto
Chosta, H.1981. Selection and Use Larviforous Fish in Mosquito Control and Prosedure For Their Fiedly Evaluation. Work and Regional Man Power Requirement in Entomologycal Aspect of Malaria Control Programers. Colombo. Srilanka.
Departemen Kesehatan RI.2003. Survey DBD. Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI.1989. Pedoman Kerja Puskesmas.Depkes RI.
Dinasa Kesehatan Kab. Malang. 2010. Survey Penyakit DBD di Kab Malang. Din.Kes Malang.
Jefri.2010. Pemeliharaan Ikan Cupang. http:/ /jeffri022.student.umm.ac.id/2010 /02/10/memelihara-ikan-cupang/. Di akses tanggal 10 Februari 2010
Rosa, Emantis; G.Nugroho susanto,dkk. 2000. Beberapa Jenis Ikan Sebagai Bio Kontrol Tehadap Larva Nyamuk Aedes aegypti. Laporan Hasil Penelitian Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi. Universitas Negeri Lampung. Bandar Lampung
Womack, M. 1993. The Yellow Fever Mosquito, Aedes aegypti. Wing Beats, Vol. 5(4):4